“Dannu”, begitu mereka memanggilku. Karena malam ini, tidak tersampaikan mata untuk terpejam. Hanya memandang dan menuliskan sebuah sederetan kata luas terbentang diatas sana.


Sepasang tangan ini tidak mengerti apa yang menggerakkan dia diatas deretan huruf dan angka. Dia hanya berusaha menuntun hati agar mengerti apa yang sebenarnya aku rasakan dari sudut pandang mata. Dan ketika dia mulai berjalan dari satu huruf ke huruf yang lain, selembar kertas jatuh ke lantai tertiup angin yang masuk dari jendela kamarku. Seharusnya dia tertumpuk rapi disana karena di tulisan terakhirnya dia sudah mengakhiri dengan sederetan kata pengharapan dan pembenaran atas apa yang dirasa. Tak terbaca karena mata hanya melihat dengan bibir itu tak mampu bergerak. Tertahan oleh susunan keinginan yang terhalang oleh kebutuhan atas kenyataan. Entah untuk saat ini ataupun saat masa yang tak tersentuh.

Tangan terus berjalan menceritakan alur yang akan dijalani. Tertulis lilin dengan cahaya tipis dan lembut yang akan menembus malam yang menyelimuti. Dan mata tau ketika batas penglihatan tidak bisa sejauh yang diangan setiap saat, karena inilah kehidupannya yang berisi siang dan malam. Malam membalut dengan dinginnya yang tajam siap melukai mereka yang memaksa untuk melawannya. Tetapi kedua jendela ini sengaja kubiarkan terbuka. Dibalik itu ada berjuta taburan bintang dalam atap-atapnya yang siap menemani gerak langkah ini. Dia menaruh bintangnya yang paling terang diantara semua itu karena hanya butuh satu untuk membuat dia yakin atas apa yang dijalani dan akan dia hadapi.

Dan semua kini berjalan dengan tangan saling memegang erat keinginan dan kebutuhan yang sama. Dengan cara dan jalan yang berbeda atas apa yang dirasa. Dan kamu?. Adalah jalan yang aku ambil dalam serangkaian malam dan siangku. Karena kamu yang akan melihatku sampai aku terbangun lagi.

Dannu, 25 Maret 2008 2:28 AM dalam dingin malam suci mengikat kerendahan hati untuk cinta.