Jumat (18/7). Sepulang kerja, sore itu sekitar pukul 6 aq ma beberapa teman kerja p.bams, p.thoib, rizal menyempatkan diri untuk mampir merebahkan pikiran ke Angkringan tugu Pak Man. Memang tidak biasanya kegiatan ini kita lakukan selepas jam kerja. Berhubung besok weekend dan kita akan menyibukkan diri dengan agenda pribadi masing” dengan keluarga dan kerabat dekat, maka kita sepakat untuk sejenak merefresh diri sekaligus kumpul santai sambil menikmati “kopi jos” yang terkenal di Jogja ini.

Tibalah disana dengan beralaskan tikar di trotoar, kita duduk bersama dan ngobrol ringan “ngalor-ngidul”. Lalu apa kaitannya dengan judul postingan ini?. Hmm., “Reproduksi nilai di Angkringan Tugu” adalah title yang bisa mewakili apa yang kita diskusikan bersama waktu itu. Ok, aq akan coba menjabarkan apa yang tersirat dari kalimat itu.


Sepintas ketika kita melihat Angkringan Tugu, mungkin hanya sekedar lingkungan transaksi jual beli ajah. Ada penjual ada pembeli, aq jual kamu beli, transaksi ekonomi biasa, dan sejenisnya. Tapi kalo kita bisa melihat lebih jauh, sebenarnya tidak hanya sebatas itu saja. Ternyata ada sebuah nilai-nilai kultural yang sangat berharga di dalam ekosistem tersebut. Dan itu tanpa kita sadari sudah melekat kuat secara sendirinya di lingkungan Angkringan Tugu Pak Man.

Angkringan ini tidak hanya sekedar menjual “kopi jos”, gorengan atau “sego kucing”. Disamping kenyamanan dan lingkungan yang sangat “jogja banget”, ada yang lebih dari itu yaitu nilai-nilai kultural yang disuguhkan disana. Nilai-nilai apakah itu?. Kejujuran, kepercayaan, ikhlas, positif thinking, kebersamaan, guyub, kesetaraan dan mungkin masih banyak yang lain kalo kita mo tela’ah lebih dalam. Nilai-nilai yang tertanam disana, tanpa kita sadari telah berproses (“berreproduksi”, minjam katanya p.thoib) dalam diri kita dalam hal ini sebagai pembeli yang merupakan salah satu bagian dari "unit sistem" yang tercipta disana. Hal ini sama terjadi dalam diri aktor” yang terkait disana, seperti penjual, pembeli, pelayan, dll.

Kita bisa aja melakukan hal seperti ini: datang, ambil makanan, pesen minuman, ambil gorengan, duduk makan, slesai trus langsung pergi. Atau datang, ambil gorengan 10, pesen minuman dan bayar dengan bilang ambil gorengan 5. Tp itu semua tidak kita lakukan. Begitu halnya dengan penjual, mereka tidak memikirkan lagi kamu mo ambil gorengan berapa, ambil “sego kucing” berapa, km duduk dimana, dll. Mereka hanya menghitung apa yang kamu ambil dan meminta bayaran dari apa yang sudah kamu sebutkan. Semua nilai berproses di dalam sana, kejujuran, ikhlas, rasa kepercayaan, guyub, kebersamaan, kesetaraan, positif thingking, dll.. Tempat-tempat seperti inilah yang bagus sebagai alat treatment menumbuhkan kembali nilai-nilai positif yang ada pada diri.

Keberadaan nilai-nilai seperti ini bisa dikatakan sangat kuat, tapi juga sangat rapuh, gampang sekali dirusak. Lalu siapa yang akan menjaga nilai-nilai positif ini supaya tetap melekat pada suatu "unit sistem"?, ya tentunya seluruh elemen yang ada pada sistem itu sendiri yaitu kita bersama. Nilai-nilai ini memang sangat terkait kuat dengan kebudayaan yang sudah ada di masyarakat, dalam hal ini masyarakat Jogja. Lovely Jogja…